TUGAS MANDIRI
Analisis Etika Periklanan di Indonesia “iklan Shampo Clear”
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
di Institut Manajemen Wiyata Indonesia
Disusun Oleh:
Nama : Wisnu
Septyan Martin
Program : Administrasi
Bisnis
INSTITUT MANAJEMEN WIYATA INDONESIA
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa atas segala rahmatNYA sehingga makalah analisis Etika
Periklanan di Indonesia “iklan Shampo Clear” ini dapat tersusun hingga selesai
. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak
yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun
pikirannya. Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan
dan pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan
maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini,
Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Sukabumi, Oktober 2016
Penulis
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Etika periklanan merupakan salah satu hal penting yang
diperlukan dalan mengkaji serta menayangkan suatu iklan, dengan tujuan agar
iklan yang ditayangkan dapat mencapai target yang diharapkan. Untuk membuat konsumen tertarik, iklan harus dibuat menarik
bahkan kadang dramatis. Tapi iklan tidak diterima oleh target tertentu
(langsung). Iklan dikomunikasikan kepada khalayak luas (melalui media massa
komunikasi iklan akan diterima oleh semua orang: semua usia, golongan, suku,
dsb). Sehingga iklan harus memiliki etika, baik moral maupun bisnis.
Periklanan adalah penggunaan media bauran oleh penjual
untuk mengkomunikasikan informasi persuasif tentang produk, jasa atau pun
organisasi dan merupakan alat promosi yang kuat “M. Suyanto (2007: 143)”.
Dengan adanya persaingan global sekarang ini tentunya komunikasi menjadi lebih
rumit karena banyaknya saingan, oleh karena itu diperlukan suatu strategi
komunikasi yang lebih kreatif agar suatu sistem komunikasi dapat berjalan
dengan sempurna. Dalam periklanan diperlukan suatu strategi komunikasi yang
kreatif, namun hal tersebut dapat menjadi bumerang manakala strategi tersebut
berlawanan dengan adanya suatu etika dalam periklanan.
Clear merupakan sebuah produk shampo rambut yang dibuat pertama kali
pada tahun 1975, penjualan
Clear secara konsisten mengalami pertumbuhan yang baik setiap tahun. Dewasa ini
clear menjadi salah satu merek sampo terbesar di Indonesia. Clear dianggap
sebagai merek “yang keren” di antara para remaja dan pekerja pemula berusia
18-25 tahun yang merupakan pasar sasaran utama. Produk ini telah dipasarkan
secara luas dan menembus pasar nasional bahkan sampai ke pelosok. Untuk selalu
melakukan beberapa aktivasi yaitu untuk membuat Clear tetap cocok dengan pasar
sasaran, clear melakukan cara pemasaran yang salah satunya menggunakan media
periklanan. Namun dalam media iklan yang telah diedarkan, ada beberapa hal yang
ternyata berlawanan terhadap etika yang ada dalam periklanan di Indonesia.
Oleh karena hal tersebut Dari latar belakang diatas maka penulis
menyusun makalah yang berjudul analisis Etika Periklanan di Indonesia “iklan Shampo Clear”.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Etika Periklanan
Etika merupakan Ilmu tentang apa yang baik dan
apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (KBBI)
1.
Ciri-ciri iklan yang baik :
· Etis: berkaitan dengan kepantasan.
· Estetis: berkaitan dengan kelayakan (target
market, target audiennya, kapan harus ditayangkan?).
· Artistik: bernilai seni sehingga
mengundang daya tarik khalayak.
2.
Contoh Penerapan Etika
· Iklan rokok: Tidak menampakkan secara
eksplisit orang merokok.
· Iklan pembalut wanita: Tidak
memperlihatkan secara realistis dengan memperlihatkan daerah kepribadian wanita
tersebut
· Iklan sabun mandi: Tidak dengan
memperlihatkan orang mandi secara utuh.
3.
Etika secara umum
· Jujur : tidak memuat konten yang tidak
sesuai dengan kondisi produk yang diiklankan
· Tidak memicu konflik SARA
· Tidak mengandung pornografi
· Tidak bertentangan dengan norma-norma
yang berlaku.
· Tidak melanggar etika bisnis, ex:
saling menjatuhkan produk tertentu dan sebagainya.
· Tidak plagiat
B. ETIKA PARIWARA INDONESIA (EPI)
(Disepakati
Organisasi Periklanan dan Media Massa, 2005). Berikut ini kutipan beberapa
etika periklanan yang terdapat dalam kitab EPI.
1.
Tata Krama Isi Iklan
Hak Cipta: Penggunaan
materi yang bukan milik sendiri, harus atas ijin tertulis dari pemilik atau
pemegang merek yang sah.
2.
Bahasa: Iklan harus disajikan dalam bahasa yang bisa
dipahami oleh khalayak sasarannya, dan tidak menggunakan persandian (enkripsi)
yang dapat menimbulkan penafsiran selain dari yang dimaksudkan oleh perancang
pesan iklan tersebut. Tidak boleh menggunakan kata-kata superlatif seperti
“paling”, “nomor satu”, ”top”, atau kata-kata berawalan “ter“. Penggunaan kata
”100%”, ”murni”, ”asli” untuk menyatakan sesuatu kandungan harus dapat
dibuktikan dengan pernyataan tertulis dari otoritas terkait atau sumber yang otentik.
Penggunaan kata ”halal” dalam iklan hanya dapat dilakukan oleh produk-produk
yang sudah memperoleh sertifikat resmi dari Majelis Ulama Indonesia, atau
lembaga yang berwenang.
3.
Tanda Asteris : Tanda asteris tidak boleh digunakan untuk
menyembunyikan, menyesatkan, membingungkan atau membohongi khalayak tentang
kualitas, kinerja, atau harga sebenarnya dari produk yang diiklankan, ataupun
tentang ketidaktersediaan sesuatu produk. Tanda asteris hanya boleh digunakan
untuk memberi penjelasan lebih rinci atau sumber dari sesuatu pernyataan yang
bertanda tersebut.
4.
Penggunaan Kata ”Satu-satunya”: Iklan tidak boleh menggunakan
kata-kata “satusatunya” atau yang bermakna sama, tanpa secara khas menyebutkan
dalam hal apa produk tersebut menjadi yang satu-satunya dan hal tersebut harus
dapat dibuktikan dan dipertanggungjawabkan.
5.
Pemakaian Kata “Gratis”: Kata “gratis” atau kata lain yang
bermakna sama tidak boleh dicantumkan dalam iklan, bila ternyata konsumen harus
membayar biaya lain. Biaya pengiriman yang dikenakan kepada konsumen juga harus
dicantumkan dengan jelas.
6.
Pencantum Harga: Jika harga sesuatu produk dicantumkan dalam
iklan, maka ia harus ditampakkan dengan jelas, sehingga konsumen mengetahui apa
yang akan diperolehnya dengan harga tersebut.
7.
Garansi: Jika suatu iklan mencantumkan garansi atau
jaminan atas mutu suatu produk, maka dasar-dasar jaminannya harus dapat
dipertanggung- jawabkan.
8.
Janji Pengembalian Uang (warranty): (a) Syarat-syarat pengembalian uang
tersebut harus dinyatakan secara jelas dan lengkap, antara lain jenis kerusakan
atau kekurangan yang dijamin, dan jangka waktu berlakunya pengembalian uang.
(b) Pengiklan wajib mengembalikan uang konsumen sesuai janji yang telah
diiklankannya.
9.
Rasa Takut dan Takhayul: Iklan tidak boleh menimbulkan atau mempermainkan
rasa takut, maupun memanfaatkan kepercayaan orang terhadap takhayul, kecuali
untuk tujuan positif.
10.
Kekerasan: Iklan tidak boleh – langsung maupun tidak
langsung -menampilkan adegan kekerasan yang merangsang atau memberi kesan
membenarkan terjadinya tindakan kekerasan.
11.
Keselamatan: Iklan tidak boleh menampilkan adegan yang
mengabaikan segi-segi keselamatan, utamanya jika ia tidak berkaitan dengan
produk yang diiklankan.
12.
Perlindungan Hak-hak Pribadi: Iklan tidak boleh menampilkan atau
melibatkan seseorang tanpa terlebih dahulu memperoleh persetujuan dari yang
bersangkutan, kecuali dalam penampilan yang bersifat massal, atau sekadar
sebagai latar, sepanjang penampilan tersebut tidak merugikan yang bersangkutan.
13.
Hiperbolisasi: Boleh dilakukan sepanjang ia semata-mata
dimaksudkan sebagai penarik perhatian atau humor yang secara sangat jelas
berlebihan atau tidak masuk akal, sehingga tidak menimbulkan salah persepsi
dari khalayak yang disasarnya.
14.
Waktu Tenggang (elapse time): Iklan yang menampilkan adegan hasil
atau efek dari penggunaan produk dalam jangka waktu tertentu, harus jelas
mengungkapkan memadainya rentang waktu tersebut.
15.
Penampilan Pangan: Iklan tidak boleh menampilkan
penyia-nyiaan, pemborosan, atau perlakuan yang tidak pantas lain terhadap
makanan atau minuman.
16.
Penampilan Uang: Penampilan dan perlakuan terhadap uang dalam
iklan haruslah sesuai dengan norma-norma kepatutan, dalam pengertian tidak
mengesankan pemujaan ataupun pelecehan yang berlebihan. Iklan tidak boleh menampilkan
uang sedemikian rupa sehingga merangsang orang untuk memperolehnya dengan
cara-cara yang tidak sah. Iklan pada media cetak tidak boleh menampilkan uang
dalam format frontal dan skala 1:1, berwarna ataupun hitam-putih. Penampilan
uang pada media visual harus disertai dengan tanda “specimen” yang dapat
terlihat Jelas.
17.
Kesaksian Konsumen (testimony): Pemberian kesaksian hanya dapat
dilakukan atas nama perorangan, bukan mewakili lembaga, kelompok, golongan,
atau masyarakat luas. Kesaksian konsumen harus merupakan kejadian yang
benar-benar dialami, tanpa maksud untuk melebih-lebihkannya. Kesaksian konsumen
harus dapat dibuktikan dengan pernyataan tertulis yang ditanda tangani oleh
konsumen tersebut. Identitas dan alamat pemberi kesaksian jika diminta oleh
lembaga penegak etika, harus dapat diberikan secara lengkap. Pemberi kesaksian
pun harus dapat dihubungi pada hari dan jam kantor biasa.
18.
Anjuran (endorsement): Pernyataan, klaim atau janji yang
diberikan harus terkait dengan kompetensi yang dimiliki oleh penganjur. Pemberian
anjuran hanya dapat dilakukan oleh individu, tidak diperbolehkan mewakili
lembaga, kelompok, golongan, atau masyarakat luas.
19.
Perbandingan: Perbandingan langsung dapat dilakukan,
namun hanya terhadap aspek-aspek teknis produk, dan dengan kriteria yang tepat
sama. Jika perbandingan langsung menampilkan data riset, maka metodologi,
sumber dan waktu penelitiannya harus diungkapkan secara jelas. Pengggunaan data
riset tersebut harus sudah memperoleh persetujuan atau verifikasi dari organisasi
penyelenggara riset tersebut. Perbandingan tak langsung harus didasarkan
pada kriteria yang tidak menyesatkan khalayak.
20.
Perbandingan Harga: Hanya dapat dilakukan terhadap
efisiensi dan kemanfaatan penggunaan produk, dan harus diserta dengan penjelasan
atau penalaran yang memadai.
21.
Merendahkan: Iklan tidak boleh merendahkan produk pesaing
secara langsung maupun tidak langsung.
22.
Peniruan: Iklan tidak boleh dengan sengaja meniru iklan
produk pesaing sedemikian rupa sehingga dapat merendahkan produk pesaing,
ataupun menyesatkan atau membingungkan khalayak. Peniruan tersebut meliputi
baik ide dasar, konsep atau alur cerita, setting, komposisi musik maupun
eksekusi. Dalam pengertian eksekusi termasuk model, kemasan, bentuk merek,
logo, judul atau subjudul, slogan, komposisi huruf dan gambar, komposisi musik
baik melodi maupun lirik, ikon atau atribut khas lain, dan properti. Iklan
tidak boleh meniru ikon atau atribut khas yang telah lebih dulu digunakan oleh
sesuatu iklan produk pesaing dan masih digunakan hingga kurun dua tahun
terakhir.
23.
Istilah Ilmiah dan Statistik: Iklan tidak boleh menyalahgunakan
istilah-istilah ilmiah dan statistik untuk menyesatkan khalayak, atau
menciptakan kesan yang berlebihan.
24.
Ketiadaan Produk: Iklan hanya boleh dimediakan jika telah
ada kepastian tentang tersedianya produk yang diiklankan tersebut.
25.
Ketaktersediaan Hadiah: Iklan tidak boleh menyatakan “selama
persediaan masih ada” atau kata-kata lain yang bermakna sama.
26.
Pornografi dan Pornoaksi: Iklan tidak boleh mengeksploitasi erotisme
atau seksualitas dengan cara apa pun, dan untuk tujuan atau alasan apa pun.
27.
Khalayak Anak-anak: Iklan yang ditujukan kepada khalayak anakanak
tidak boleh menampilkan hal-hal yang dapat mengganggu atau merusak jasmani dan
rohani mereka, memanfaatkan kemudahpercayaan, kekurangpengalaman, atau
kepolosan mereka. Film iklan yang ditujukan kepada, atau tampil pada segmen
waktu siaran khalayak anakanak dan menampilkan adegan kekerasan, aktivitas
seksual, bahasa yang tidak pantas, dan atau dialog yang sulit wajib
mencantumkan kata-kata “BimbinganOrangtua” atau simbol yang bermakna sama.
C. Analisis Kasus
Menurut Vestergaard dan Schroder
(dalam Rani,2004:20-23) fungsi bahasa dalam komunikasi meliputi fungsi
eksperesif, fungsi direktif, fungsi informasional, fungsi metalingual, fungsi
interaksional, fungsi kontekstual, dan fungsi puitik. Halliday (dalam Sumarlam,
2003: 1-3) mengemukakan tujuh fungsi bahasa yaitu fungsi instrumental, fungsi
regulasi, fungsi representatif, fungsi interaksional, fungsi perorangan, fungsi
heuristik, dan fungsi imajinatif. Berikut ini dipaparkan fungsi bahasa yang
meliputi fungsi ekspresif, fungsi direktif, fungsi informasional, fungsi
metalingual, fungsi interaksional, fungsi kontekstual, fungsi puitik, dan
fungsi imajinatif.
1.
Fungsi
Ekspresif
Fungsi ekspresif mengarah pada
penyampaian ekspresi kepada komunikator. Fungsi ekspresif ini bisa digunakan
untuk mengekspresikan emosi atau perasaan penyampai pesan. Fungsi
ekspresif dapat digunakan untuk mengungkapkan rasa senang, rasa sedih, rasa
sakit, meninta maaf, memohon dan lain-lain.
2.
Fungsi
Direktif
Fungsi direktif dapat digunakan
untuk mempengaruhi orang lain. Jadi, fungsi direktif ini berorientasi pada
penerima pesan. Bahasa digunakan untuk mempengaruhi orang lain dengan cara
mengingatkan, memerintah, memesan, mengingatkan, mengancam, dan
lain-lain. Halliday (dalam Sumarlam, 2003:1) menyebut fungsi ini dengan
istilah fungsi instrumental. Fungsi ini dikenal dengan fungsi perintah atau
imperatif. Fungsi direktif ini bahasa berfungsi menghasilkan kondisi-kondisi
tertentu dan menyebabkan terjadinya peristiwa-peristiwa tertentu. Dalam fungsi
direktif ini bahasa tidak hanya membuat si pendengar melakukan sesuatu, tetapi
melakukan kegiatan sesuai yang diinginkan pembicara (Chaer, 2004:15)
3.
Fungsi
Informasional
Fungsi Informasional adalah fungsi
bahasa yang digunakan untuk menginformasikan sesuatu. Fungsi ini dapat
digunakan untuk mendeskripsikan, menjelaskan atau menginformasikan sesuatu.
Halliday (dalam Sumarlam, 2003:2) menyebut fungsi ini dengan istilah fungsi
pemerian atau representatif. Dalam fungsi ini bahasa dapat digunakan untuk
melaporkan realitas yang sebenarnya seperti yang dilihat atau dialami orang.
4.
Fungsi
Metalingual
Fungsi metalingual adalah fungsi
bahasa yang berfokus pada kode. Bahasa digunakan untuk membicarakan atau
menjelaskan bahasa. Contoh yang diberikan Chaer (2004:17) yaitu
kaidah-kaidah atau aturan-aturan bahasa dijelaskan dengan bahasa. Dalam kamus
monolingual bahasa digunakan untuk menjelaskan arti bahasa itu sendiri.
5.
Fungsi
Interaksional
Fungsi Interaksional digunakan untuk
mengungkapkan, mempertahankan, dan mengakhiri komunikasi antara penutur dan
lawan tutur. Keberlangsungan komunikasi memerlukan pengetahuan tentang
tata krama pergaulan. Misalnya, penyapa menyapa dengan sapaan yang
hormat, penutur juga harus mempertimbangkan siapa mitra tuturnya,
adat-istiadat, serta budaya lokal yang berlaku (Halliday dalam Rani, 2003:2)
6.
Fungssi
Kontekstual
Fungsi kontekstual berfokus pada
konteks pemakaian bahasa. Jadi, konteks sangat menentukan makna bahasa yang
digunakan. Dalam fungsi kontekstual ini dijelaskan bahwa bahasa yang sama
mempunyai makna yang berbeda jika konteksnya berbeda.
7.
Fungsi
Puitif
Fungsi puitik bahasa berorientasi pada
kode dan makna. Dalam fungsi ini unsur seni sangat ditonjolkan misalnya
pemakaian,ritme dan rima
8.
Fungsi
Imajinatif
Fungsi ini biasanya digunakan untuk
menulis cerpen, dongeng, novel dan sebagainya. Melalui bahasa dapat
diciptakan mimpi-mimpi yang indah seperti yang diinginkan
Seperti yang telah kita ketahui bahwa
produk shampo Clear disini telah hadir di Indonesia sejak tahun 1975 yang
dimana secara usia, kehadirannya di negeri ini bisa dibilang telah cukup lama
untuk sebuah merek shampo. Seperti apa yang telah dipaparkan diatas bahwa shampo
Clear disini dikenal sebagai shampo yang ahli dalam menghilangkan ketombe. Hal
ini terlihat ketika iklan-iklan yang disampaikan selalu tidak jauh dari
kata-kata “anti ketombe”, hal inilah yang telah membentuk mindset khalayak
bahwa shampo Clear disini merupakan shampo yang ahli dalam mengobati atau
menghilangkan ketombe kepala. Kata-kata “anti-ketombe: tersebut dapat dengan
mudah ditemukan dalam iklan shampo Clear, diantaranya di media iklan elektronik
seperti di televisi dan radio, lalu di media cetak seperti misalnya iklan surat
kabar, majalah, spanduk, bahkan baliho. Sama seperti kasus yang pernah
dilakukan oleh produk atau merek lain pada umumnya, iklan Clear disini juga
pernah menampilkan iklan yang dianggap tidak sesuai dengan aturan yang terdapat
dalam Etika Pariwara Indonesia.
Berikut merupakan salah satu contoh
foto iklan cetak berupa baliho shampo Clear yang dianggap telah menyalahi etika
periklanan yang ada di Indonesia:
Baliho ini ditemukan di jalan menuju keluar
tol semanggi. Iklan ini melanggar, Alasannya adalah karena memakai kata NO. 1,
dalam Tata krama isi iklan, kata NO.1 melanggar aturan “bahasa”. (Risna
Yulianti, 2013) Seperti yang kita ketahui bahwa pada dasarnya sebuah bidang
periklanan itu tentu saja memiliki suatu aturan tertulis yang bersifat resmi
dengan tujuan untuk mengatur tentang segala aturan yang baik dan benar sehingga
dapat meminimalisir atas bentuk-bentuk pelanggaran iklan yang bisa dibilang
kurang etis atau tidak sesuai dengan aturan yang telah berlaku.
Selanjutnya, berdasarkan foto iklan baliho
shampo Clear tersebut terlihat bahwa Clear menampilkan kalimat dengan kata-kata
“Shampo Anti Ketombe No.1”. Nah, kata-kata ini bisa dikatakan telah menyalahi
aturan yang telah tersedia di Etika Pariwara Indonesia, dalam ketentuan yang
telah dicantumkan yaitu bagian Tata Krama No.1 yaitu Isi Iklan perihal 1.2
mengenai Bahasa nomor 1.2.2 telah dikatakan bahwa Iklan tidak boleh menggunakan
kata-kata superlatif seperti “paling”, “nomor satu”, ”top”, atau kata-kata
berawalan “ter“, dan atau yang bermakna sama, tanpa secara khas menjelaskan
keunggulan tersebut yang harus dapat dibuktikan dengan pernyataan tertulis dari
otoritas terkait atau sumber yang otentik.
Sudah jelas bahwa iklan baliho shampo Clear
disini telah melanggar aturan yang telah dijelaskan dalam Etika Pariwara
Indonesia karena penggunaan kata-kata “Shampo Anti Ketombe No.1” yang tercantum
dalam visual iklan di baliho tersebut. Yang menjadi persoalan saat ini ialah
bahwa shampo Clear tersebut belum bisa membuktikan secara otentik bahwa ia
memang benar-benar ampuh bisa menghilangkan ketombe secara maksimal. Apabila
hal ini tetap terus berlajut dibiarkan, dikhawatirkan akan terus mampu
mempengaruhi orang awam ketika melihat iklan tersebut untuk pertama kalinya dan
tidak mencerna baik-baik apa maksud dari kata-kata yang tersedia pada iklan
tersebut, maka orang awam tersebut dikhawatirkan akan sangat mudah percaya
terhadap iklan yang belum tentu akan kebenarannya. Tentu saja hal ini memiliki
efek yang kurang baik juga terhadap konsumen karena dalam hal ini seakan-akan
konsumen terlihat sangat mudah dipermainkan oleh iklan-iklan yang telah ada.
Pengaruh atas dasar susunan kata-kata yang
tercantum pada suatu iklan memang pada dasarnya sengaja dibuat dengan tujuan
untuk menarik minat calon konsumen serta diharapkan nantinya akan terjadi
tindakan untuk melakukan pembelian terhadap produk tersebut. Tetapi ketika akan
melakukan hal ini sebaiknya terlebih dahulu memperhatikan syarat-syarat atau
ketentuan yang berlaku dan telah disepakati bersama, dalam bidang periklanan
ini maksudnya ialah mentaati ketentuan yang ada di dalam Etika Pariwara
Indonesia. Selanjutnya, disini iklan memiliki kemampuan untuk mempengaruhi
orang yang melihatnya terlebih pada iklan yang apabila memiliki warna yang
mencolok misalnya, gambar yang mampu menyita perhatian publik serta susunan
kata-kata yang kreatif sehingga mampu mencuri perhatian banyak orang. Bahasa
yang disusun sedemikian rupa akan dapat menjadi sebuah bombardir apabila
rangkaian kata-kata tersebut berhasil memikat hati para konsumen.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Clear merupakan
produk shampoo yang diperkenalkan sejak tahun 1975, untuk memasuki sasaran
pasar yang di inginkan sesuai target, Clear memasarkan produknya dengan
menggunakan media periklanan. Dari beberapa iklan yang telah ditayangkan clear
dengan terus menerus menggunakan kata-kata “anti ketombe”, hal
inilah yang telah membentuk mindset khalayak bahwa shampo Clear disini
merupakan shampo yang ahli dalam mengobati atau menghilangkan ketombe kepala.
Dan pemasangan iklan yang berada di daerah Tol Semanggi, Iklan ini melanggar, Alasannya adalah
karena memakai kata NO. 1, dalam Tata krama isi iklan, kata NO.1 melanggar
aturan “bahasa”. (Risna Yulianti, 2013)
Tentunya hal tersebut melanggar etika
periklanan di Indonesia, sesuai dengan Etika Pariwara Indonesia yang telah
disepakati oleh Organisasi Periklanan dan Media Massa tahun 2005.
DAFTAR PUSTAKA
http://addiction.id/epi.pdf
http://pradityaari.blogspot.co.id/2015/12/iklan-shampo-clear-yang-melanggar-etika.html